Thursday, May 22, 2014

London, England is Where My Wonderwalk Starts

"England".
"Inggris".

Apa yang pertama kali terlintas di benak Anda ketika mendengar kata di atas? Selamat kalau Anda bisa dengan mudah menemukan kata-kata untuk mewakili "Inggris" dengan cepat dan spontan. Selamat kalau kata "Inggris" dapat seolah menjadi suatu penunjuk yang dapat dengan mudah Anda kenali di keramaian dan menandai suatu hal spesifik yang menjadi tujuan Anda, sehingga bisa segera Anda hampiri dengan bersemangat tanpa rasa ragu, mungkin "Inggris" menjadi penunjuk Anda pada hal-hal seperti nama klub sepakbola, anggota kerajaan, The Beatles, atau apapun.

Saya? Saya justru mendapati diri saya seperti berdiri terpaku dalam jalanan yang sangat "hidup", penuh dengan objek dan suasana yang seolah "merengkuh" saya dalam pelukannya, membuat saya terpana karena saya memiliki keputusan rumit untuk memilih ke mana tujuan saya sebenarnya, di mana setiap hal yang terlihat di jalanan itu menarik dan mengundang untuk dituju.

Dari mana saya harus mulai kalau sudah tentang "Inggris"?

Bahkan jika harus mulai dari awalnya, saya kesulitan menandai bagian dari ingatan saya yang manakah yang menjadi kenangan kunci dengan kesan pertama yang kuat pada "Inggris" itu, karena memikirkan tentang "Inggris" seperti mengingat hal-hal yang sama-sama indah dalam angan-angan secara sekaligus. Mungkin kata "Inggris" bagi saya bisa diibaratkan memiliki efek yang mirip seperti memikirkan nama seseorang yang diam-diam disukai, karena ada hal-hal baik dan indah yang langsung terpicu untuk dipikirkan. Mereka seakan datang berdampingan dan membombardir diri saya dengan perasaan-perasaan bermakna yang rasanya "penuh" sekali jika ingin dikatakan. Sulit untuk sekadar memilih satu hal yang membuat seseorang bisa jadi bermakna spesial, begitu pula tidak mudah untuk memilah dan menyusun semua hal yang muncul dalam pikiran tentang "Inggris" itu untuk bisa mengungkapkan jawaban pada pertanyaan "apa yang membuat 'Inggris' punya arti tersendiri buatmu?" secara lugas.

Hal-hal itu seperti foto-foto dan adegan-adegan yang tertangkap dan terekam lalu menetap dalam hati dan ingatan. Foto dan adegan yang tidak secara langsung terkait, namun harus bisa disusun untuk menjadi sebuah film yang memiliki benang merah tentang "Inggris dan mengapa negara itu berarti sesuatu bagi saya". Di mana setiap foto atau pun adegan tidak selalu menggambarkan suatu objek, tapi juga suatu kesan yang khas... 

Aduh, maafkan saya, pikiran saya jadi melanglang kemana-mana!

Mari kembali ke pengandaian bahwa "Inggris" menempatkan saya pada jalanan yang hidup dan mengundang dengan berbagai pilihan tempat dan hal untuk didatangi dan dilihat, seakan berebut untuk menjadi satu yang saya tuju, hanya saja Anda agaknya paham bahwa itu akan sulit bagi saya, bukan? Jadi pilihan apa yang saya bisa ambil dari sana agar saya tidak melewatkan tempat atau hal-hal apapun, selain mulai menyusuri "jalan" itu?

So be my guest, mari kita mulai berjalan menyusuri sebuah "Inggris" yang terekam penuh kekaguman di pikiran saya, bahkan sebelum kaki sungguh-sungguh berpijak di sana.    

Ibukotanya, London, adalah kota yang menjadi panggung dari sihir, keajaiban hingga misteri dalam kisah Harry Potter, serial Sherlock, juga The Bartimaeus Trilogy - kisah-kisah luar biasa yang berhasil menetap dalam pikiran saya karena kesan mendalam tentang London yang mendampingi kesan terhadap kisah-kisah itu sendiri. Oh, kalau Anda belum pernah membaca kisah-kisah itu, saya sarankan untuk segera membacanya agar Anda bisa menciptakan potret dan bayangan Anda sendiri tentang London.


London bukan seperti kota lain yang selalu memaksakan warna-warni, tapi aura kelabu dan palet-palet tegas dan seolah kelam yang sering tertangkap di foto dan adegannya tidak menyembunyikannya. Tetap saja, keajaiban dan misteri seolah-olah tidak pernah salah tempat untuk berjalinan dan menggelora di sana melalui tangan-tangan para penulis kisah-kisah hebat itu.

Aura kuno berkat sejarah berusia ribuan tahun seakan dapat mendukung kesan itu dan membuat kota ini menjadi kota yang anggun, seolah memang ada sebentuk sihir yang membuat hujan dan kelabu bagi London adalah penghias yang membuai; untuk menyusuri jalan-jalannya, mengamati cahaya lampu jalan dan siluet-siluetnya saat berpadu dengan bangunan-bangunan yang bergaris kuno. Saya hanya membayangkan London dalam deskripsi-deskripsi sang pengarang, dan London terlukis sebagai panggung yang sempurna. Bukan hal sulit untuk membayangkan gambaran para penyihir berjubah, pasangan detektif dan sahabat setianya, atau sosok Bartimaeus sang jin legendaris dengan samaran kamuflasenya tiba-tiba terlihat berpapasan jalan dengan kita.

Kisah-kisah berlatarkan London yang telah saya baca secara perlahan tapi pasti telah membangun tidak hanya imajinasi untuk berada di sana tapi juga keinginan untuk betul-betul mengunjunginya di suatu kesempatan. Gambaran tentang menara jam Big Ben, kilauan Sungai Thames yang merembet hingga sepanjang tepiannya membuat saya membayangkan bisa menegadah dari bawah naungan menara jam itu, juga berjalan di sepanjang masyur tersebut, misalnya di area Queens Walk di mana terdapat deret-deret bangku taman cantik yang menghadap pemandangan lanskap bangunan-bangunan historis London, Queens Walk juga akan membawa saya menyusuri Jembatan Westminster yang megah, di mana secara harfiah jembatan tersebut sering menjadi latar pengambilan gambar dari banyak film.

Queens Walk sepanjang Sungai Thames :')
Dengan jalan-jalan yang memiliki suasana ber-aura kuno dan tertata cantik untuk disusuri, saya bayangkan diri saya akan betah berlama-lama menyusurinya, tidak perlu langkah-langkah yang terburu-buru atau wajah yang menggerutu.

London adalah tempat yang harus saya singgahi suatu saat nanti, untuk mensejajari kisah-kisah penuh misteri dan keajaiban yang pernah saya baca dengan kisah saya sendiri selama di sana yang telah menunggu untuk disusuri. Jika saya bisa menginjakkan kaki di London, saya tidak ingin terlalu terburu-buru. Sambil berjalan menyusuri kota, saya ingin bisa membayangkan tokoh-tokoh fiksi dalam kisah-kisah yang saya baca berjalan menyusuri jalanan London dengan mantel atau jubah mereka, misalnya tokoh Nathaniel dalam The Bartimaeus Trilogy yang berjalan berangkat dan pulang bekerja di Westminster, lalu Sherlock Holmes yang sewaktu-waktu menyetop sebuah cabbie (taksi) dari tepi jalan Baker Street; saya membayangkan bisa berpura-pura melihat mereka sebagai laki-laki yang sama-sama bisa dibayangkan untuk sering menaikkan kerah coat panjang mereka seraya berjalan terburu-buru.

Westminster
Ya, Nathaniel dan Sherlock mungkin punya kasus mereka masing-masing, entah dengan demon tertentu atau dengan kriminal bebuyutannya, namun katakanlah, saya akan cukup puas dengan mencari tahu seberapa jauh jarak Baker Street dari area tepi Sungai Thames jika berjalan kaki? Lalu, saat berjalan-jalan nanti, bisa saja tampak para penyihir muda Hogwarts yang mengarahkan tujuan ke stasiun King's Cross untuk kembali melanjutkan kegiatan belajar mereka.

Yah, meskipun saya memang tidak menerima surat dari Hogwarts sehingga saya tidak bisa ikut untuk menembus dinding di antara peron 9 dan 10 ke peron 9-3/4, namun tak apalah sekadar melihat pemberhentian itu dari luar... toh bisa gawat kalau saya betulan sampai ikut ke Hogwarts, bukan? 




***

Melihat dan menjadi bagian dari suasana kota London saja sebenarnya sudah lebih dari cukup bagi saya. Gagasan untuk menyusuri langkah dalam coat saya sendiri yang mungkin akan lebih banyak dirapatkan akibat cuaca cenderung-dingin malah justru menghangatkan hati saya. London selalu saya bayangkan sebagai kota yang akrab dengan basuhan rintik hujan dan tiupan udara dingin; gambaran cuaca yang jelas berbeda dengan di Indonesia. Hal itu tidak membuat saya merasa keberatan; begitu juga soal membawa payung, apalagi jika payung yang saya bawa tersebut adalah payung kain berkesan klasik itu, yang membuat saya membayangkan kebiasaan Mycroft Holmes di serial teve BBC "Sherlock" yang gemar membawa payung ^^.

Baiklah, mungkin akan cukup menurunkan suasana-hati kalau kita ingin bersikeras berjalan kaki saat hari hujan, kalau sudah begitu kita bisa mengarahkan tujuan kita menjadi lebih singkat menembus hujan dengan mencari stasiun kereta bawah tanah terdekat, yang tergabung dalam nama jaringan Underground.

Lihat, kita sudah sampai di pintu masuk Underground, in its ambigued meanings!

Kereta bawah tanah di Inggris juga memiliki "kesan" tersendiri bagi saya, karena Underground membuat saya teringat juga pada serial Sherlock dan grup band Coldplay (keduanya berasal dari Inggris, isn't it lovely?) yang sangat saya sukai. Sebegitu dianggap ikoniknya Underground, latar kereta dan stasiun bawah tanah ini muncul di serial Sherlock, bahkan walaupun dalam porsi sedikit pun Coldplay pernah menampilkan latar stasiun Underground dalam video musik lagu mereka yang berjudul "Paradise" (a favorite, also!). Ah, itu sebuah video musik yang sangat menarik karena adegan yang menampilkan stasiun Underground ini melibatkan "aksi" sang vokalis, uncle Chris Martin yang memakai kostum badut berbentuk gajah betina dan diceritakan sedang mencari jalan untuk menuju "surga"nya menyusuri kota setelah lepas dari kurungan kandangnya. Pasti saat pengambilan gambarnya, keberadaan "gajah betina" itu cukup mengundang tanda tanya, saya bertanya-tanya apakah para pengunjung stasiun saat itu menyadari bahwa orang yang ada dalam kostum gajah betina itu adalah vokalis Coldplay! Coba saya bisa berada di sana saat itu ya... Ah, tapi kita sudah sampai di perhentian kereta dan nampaknya hujan telah berhenti, bukan waktunya untuk mempermasalahkan waktu itu kalau kita telah di London!

Dari bawah tanah, selanjutnya alangkah baik untuk beranjak menuju lokasi yang memungkinkan kita bisa berada di atas tanah, lebih tepatnya melihat kota dari ketinggian dengan ada di dalam kapsul ferris wheel London Eye! Bagi saya, sensasi untuk melihat lanskap luas keseluruhan kota dari ketinggian merupakan suatu pengalaman yang haram untuk dilewatkan, apalagi jika kota tersebut seperti kota London dan sekitarnya yang didominasi bangunan-bangunan khas ber-arsitektur penuh sejarah namun tetap dapat satu nuansa dengan bangunan-bangunan yang lebih modern.
The London Eye, taken from en.paperblog,com

Tentunya melihat keseluruhan bentang kota London dari ketinggian memiliki kesan spesial tersendiri selain berjalan menyusuri kotanya secara langsung. Coba lihat dokumentasi 360 derajat lanskap pemandangan 24 jam London dari ketinggian London Eye di tautan ini... sungguh Allah Maha Besar, untuk saat ini saya hanya bisa sekadar membayangkan bagaimana pemandangan bird-eye view of London dari mata saya sendiri, biar Dia pula yang menyimpan bagi saya proyeksi lanskap itu dalam kenyataan yang paling jelas bagi saya suatu saat nanti. Amin.

Jika diberikan cukup waktu longgar, saya akan sangat mempertimbangkan untuk menyisihkan waktu menaiki London Eye baik di waktu siang ataupun malam hari, tidak perlu dalam hari yang sama tentunya. Why I should be in rush when I can finally be there in England, in London? Everything to see, to do, and to experience should worth the wait and wishful hope I spent all along before it; everything from the littlest and mere thing, like what to drink and what to eat... to the possible extend beyond them.

***

Inggris juga menarik hati bagi saya untuk berkunjung ke sana, khususnya ke London, karena hal-hal khas yang bisa saya "rasakan" tidak hanya di mata, tapi juga turun sampai ke perut dan hati. Antara lain adalah kebiasaan para British untuk tidak jauh-jauh dari minum teh dengan afternoon tea yang telah terpelihara sejak lama dan tentunya lebih dari sekedar melibatkan kegiatan meminum teh dengan cangkir-cangkir cantik dan didampingi kue-kue yang manis.

Kebiasaan British ini tergambarkan begitu klasik dan penuh kesan, sehingga membuat saya sering membayangkan diri sedang melakukan afternoon tea ketika menyeduh sekantung teh manis di siang atau sore hari. Selain itu juga ada kontribusi dari kisah anime/manga "Black Butler" yang bernuansakan Inggris di era Victorian, di mana kebiasaan tokoh utama untuk menyesap teh di sela-sela waktu sehari-harinya begitu meninggalkan kesan dan membuat saya tergerak membeli earl-grey tea yang harganya bisa dijangkau.

Untuk urusan perut, saat di mana saya bisa menginjakkan kaki di Inggris akan menjadi kesempatan bagi saya untuk mencoba mencari tempat yang menjual fish and chips yang enak. Entah sejak kapan saya menyukai panganan ini karena bahannya yang dari ikan dan tepung yang digoreng lalu disajikan dengan kentang yang menjadi nilai bonusnya, dan saya menjadi semakin menyukainya ketika tahu bahwa makanan ini juga berasal dari Britania Raya.

Makanan ini katanya populer untuk pesan-bawa, jadi saya akan senang dan tidak perlu terlalu khawatir akan lemaknya karena saya bisa menikmatinya sambil melanjutkan jalan-jalan saya. Lagipula toh memang saya tidak langsung berniat untuk mengakhiri jalan-jalan saya setelah mengisi perut (kita ada di Inggris, demi Yang Maha Kuasa!), ada hal menyenangkan hati lain yang menunggu saya di kota dan justru tepat sekali jika kalori makanan yang masuk bisa dibantu untuk dibakar dalam tubuh dengan melakukan kegiatan jalan-jalan, apalagi jika dengan hati yang bersemangat dan berbahagia karena kegiatan jalan-jalannya dilakukan di London, di Inggris.

Lebih tepatnya, bersemangat dan berbahagia dalam bayangan saya saat ini tentang London, tentang Inggris. Bayangan dan pengandaian saya yang telah sedari tadi dan dengan susah payah diuraikan dalam rangkaian-rangkaian kalimat dan foto yang menceritakan kesan spesial saya terhadap Inggris, terhadap London sementara saya sendiri secara fisik memupuknya dan mengabadikan sebentuk mimpi tersebut di hadapan sebuah laptop, duduk dan secara praktis tidak berjalan-jalan sejauh pikiran dan angan saya sendiri. Padahal di sisi lain ada nasihat Ibu saya tercinta bahwa seseorang yang masih muda dengan mimpi yang ingin dicapai seperti saya seharusnya lebih banyak bergerak untuk mewujudkannya.

Dari semua uraian "perjalanan" dalam angan saya tentang London, Inggris itu, nampaknya yang paling dekat untuk dijangkau dalam gerak saya saat ini adalah dalam soal makanan dan minuman; menyeduh teh, dan kalau dikatakan bahwa tidak selalu terdapat fish atau ikan untuk digoreng tepung untuk mendampingi chips... baru ada Mr. Potato yang sudah berhasil memberikan rasa khas chips untuk menjadi pelipur terhadap mimpi "kecil" saya tentang fish and chips yang asli di Inggris, dan kalau tidak keberatan saya ingin titip sebuah pesan singkat :')


A little note. Photo by me.

Suatu hari, cepat atau lambat saya harus ke Inggris, mempertemukan chips dengan fish untuk menjadi fish and chips, mempertemukan teh yang saya seduh di sore hari dengan perangkat dan pernik afternoon tea yang sebenarnya. Inggris akan menunggu saya menyusuri keajaiban dan misterinya, dalam potret-potret dari kisah-kisah berkesan yang pernah saya baca. Inggris juga akan menunggu saya menyusuri jalan-jalan dan lekuknya dengan membiarkan kekaguman saya pada hal-hal apapun yang meninggalkan kesan khusus padanya menuntun langkah saya, membuat saya menjadi bagian dari suasana Inggris yang penuh sejarah namun menjadi suatu klasik.

What you seek is seeking you - Jalaludin Rumi.

 ***

Tulisan ini dibuat untuk diikutsertakan dalam even Lomba Blog InggrisGratis yang diadakan @MisterPotato_ID.
The image(s) and photo(s) about England or London used in this blog post which isn't stated as mine are taken from across the web (mainly from Pinterest) and only belonged to its rightful owner.

Friday, May 16, 2014

My Thoughts on "The Amazing Spiderman 2"

It's been soo loong. I don't know what better way to describe "this comeback" in a more proper way anymore. Look at this tangle of thorns messy but still lovable web personal space of mine here. Maybe there's barely no people reading it, and the submission writings were not gaining champions or what so called that while I haven't put out the banner etc. I am not whining here, nor winning, lol, there are times for that my friend.

You know I've had this blog for so long that I can never imagine myself wiped all my writings after all this time (since 2010) to have a fresh, new, more "new image", to reboot this because after all the alay-ness, the unsteady-phase or what so called transition phase I had as a teen starting to write her blog in her junior high school I still thought that this blog has in some way maintained to be a documentation of some stage, some portrait of moments in my life. Though I found myself sometimes cringed or just wanted to laugh at myself reading at my past writings with all the wrYthin9 style possible (but I am not too violent with that, you know, I still managed to make my past-entries to be more readable), I think that knowing how sometimes I found myself recalling the moments and re-thinking and re-picturing about moments I've write here before - moments that I realize is not really being remembered until I read the specific post, it feels that it was amazing.

So how could I try to wipe and reboot all of this, dear, lone readers who lost or find your way, I ask you?

Whoops, look at the title, I think I managed to get to the topics rather smoothie-ly. LOL.

This picture aren't miine okay. From here.
About this movie I put as my title, it's rather to the fact that it is a reboot film of Spider-Man movie for me, I guess. Please note that I don't read the original Marvels comics and will not really responding to have a discussion or debates about the movie-because-the-comics or the like. The Amazing Spider-Man has its new Peter Parker and almost "rebuilt" everything of the story of Spider-Man to refresh the viewers after Spider-Man 3. 

See, I've never talk specifically about a movie to review it before this so I think its good to warn that I won't be really systematic or everything but I'm trying my best to arrange what's my points here. I hope this clear enough. Other notes before I really trying to get to my points is because I care to you so much, I hope you can continue reading with enough understanding about how this title (TASM 2)'s storyline and background story included what's it about in the previous TASM movie, since its almost 9 PM here and I kind of sleepy to recap the synopsis. You do know you always iMDB or the like in your hands.

If you still don't know, in case, TAS refers to The Amazing Spider-Man, dear, see I am really trying to be considerate here.

First thing first about the overall movie, I do think that this movie is amaazing, indeed, I repeat, an amazing reboot to built, to have Spider-Man with all the enemies and the story in the other new way after having three Spider-Man movies before. Why can I state this are based on how I appreciate the story's "linearity" about everything in this second installment (oh I love using this phrase, it do seems so magazine-like xD), since everything about the-super-spider and how-the-heaven-it-can-make-Peter-has-superpower, the "absent" of Peter's parent (that we can aware of since TAS first movie), and how it eventually makes way for Peter to Harry Osborn is explained and has the right and logical reason and correlation. It's even pictured better than the previous Spider-Man, which the spiders, the superpowers, even Harry Osborn are now feels so "popped out from somewhere there" compared to how all of that entangled and connected in TASM.

Other appreciation are also the main villain, Electro, that kind of gives me thrills and strummy-sensations yet the cringe-y heartfelt of how he was before he was Electro and after he has become Electro. No wonder and what you can expect from the Academy Awards winning Jamie Foxx can never be less...  About the three enemies showing appearance teased in trailers are just meh, hmmkay thing for the Rhino but so much more hmmooches for The Green Goblin, or specifically Harry Osborn. I must admit here that Dane Deehan are waay more fitting as Harry and he can potray a fearful-powerful-unstable-young-adult-snobby-but-actually-sympathizing heir of Osborn... even his physical appearance are really supporting the image of Harry Osborn more than James Franco, especially that powerful fringe (LOL) that gives Deehan a look of being more youthful and "vulnerable" and unstable as a young gentlemen... though of course there's no doubt that Deehan and Franco are both good looking in the general context; calm down! ...and am I showing my bias in Harry/Mr. Deehan here? Sorry for not sorry xD.

Done praising/appreciating the storyline and has "accidentally" slipped to the cast-talking, then I think we should really take a dive to it xD

Because this will sent me to the Point I've wanted to say and confess first place until I decided on this entry title, that eventough TASM 2 has amazing story and all but apparently not amazing main-cast of the hero. Hereby I confess that I am not satisfied enough in Andrew Garfield's portraying his own Peter Parker.
  
At first place I thought that my explanations would be long but now I think it won't really that long.

Continuing the matter, I'd like to begin with how much the three installments (uhum) of Spider-Man had left me with so much deep impression of how Tobey Maguire can deliver a Peter Parker who is a very humble, gentle, "selfless" being (in terms of how he would always tend to prioritize others before him) no matter how he's kind of having an alter-ego in becoming a Spider-Man. But I also think why would we have to differentiate Peter Parker from Spider-Man if his famous saying had been (one of them) "Who am I? I'm Spider-Man.".

All of that without making Maguire's Peter Parker becoming less adorable.

Yet some viewers had their opinions after TASM 2 that Garfield's Peter Parker are better than Maguire's because of the more-youthful, humorous look and act shown in TASM 2. I am not here to object others opinions, before I stated that of course I also aware and appreciate the "joking" manner that Garfield can show to the viewers of TASM 2 while playing Peter Parker, but the problem is I am having a quite hard time to correlate those "playful manner" with the whole Peter Parker Garfield's trying to deliver or convey in TASM installments.

I evaluate, as whole, that Garfield's Peter Parker are not as strong as Maguire's in terms of how in every act, every saying or everything he do in the context of being Spider-Man, being a man desperately in love with his girl and and being a bestfriend with some problematic issue are not really coming together, aren't worked out in my perspective.

What I see is a Peter Parker of Garfield's that is somehow hides some kind of worrying-issue of being close to Gwen (while having images of her late father warn him to keep Gwen away from danger of him as Spider-Man after the first movie's events) but in other hand shows a very "selfish" possession of not losing his girl in any way, even when his girl stated that she pursue an important scholarship in Oxford, UK. Count their kissing scenes, dear, that feels quite excessive and I can not take away my thoughts that while kissing Emma Stone, Garfield can be more enjoying kissing her as his current-boyfriend-real-life than as Peter Parker so in short he/she/them has their own enjoying on their sneaky make out time sorry its rude. Is this the Peter Parker trying to deliver to me as one of the viewers? Because that doesn't worked out for me, I am not impressed by his "more playful manner" that much to state that he can portray his version of Peter Parker.

I am sorry to say that Garfield's Peter Parker are resulting a very much inconsistent character, he can not deliver a single "line" of Peter Parker on how he behaves and talks throughout the movie, or if he do, that doesn't work for me. I have think that maybe this TASM's Peter Parker are way more different slighly because he's kind of starting as high school student with its teenage issue and all, but in the other hand I still getting impression that somehow the Peter Parker in TASM are still maintaining the qualities of being "noble", and somehow "awkward" like Peter Parker in Spider-Man - yet the outcome is the part when he was supposed to show that he has a noble qualities (say, to not harm Gwen by saying that he sees her late father "images", or not to give Harry his blood so that Harry won't get hurt) aren't going smooth to blend with other qualities of the extent he can be, like being "funny", being so touch-smoochy to Gwen (the public kiss at the graduation party, seriously? What kind of Peter Parker is that who then at night become awkward when Gwen invites him to eat dinner with her family and say that he can not let Gwen be in danger and so on?), and so on. The extent in how Garfield's Peter Parker can show quite a selfish manner to make Gwen not go from his side by having all that ILU in the bridge with his webs are very puzzling to me, to make it together at what is the kind of Peter Parker I have now?

The Peter Parker I know that has its place since Spider-Man 3 won't be too funny or all that, I admit, but other than being still-adorable, he is a very persistent types of guy who has a lot of feelings not excessively shown but has its own intensity that can be felt in his eyes when he see the other people he loved may have misunderstood him, or when he just decide to stay silent, or saying anythings subtle to keep other people's feelings for what complicated thing they don;t know shoot in becoming a Spider-Man.

...well, I am also aware that perhaps I have been too attached to the portraying of Peter Parker from Tobey Maguire after all this time, and I have ponder about it but I decide that actually that's not really relevant to bring up because I consider myself to be quite objective of what I saw in movies, give it prove to the character Harry Osborn, which apparently the "new" cast can worked it out well despite his physical qualities. I wonder why can not it applies to for Peter Parker as well?


Eventually, evrything are not meant to be perfect,  so there's always room for being better, and that also applies to good movies that can always be better in the future^^