Wednesday, December 26, 2012

Superspeedy Dalam Jaringan

"Superspeedy Dalam Jaringan: Pahlawan Yang Selalu Terhubung Pada Akhirnya"
Sebuah cerita fiksi oleh
Khairisa R. Primawestri (khairisaprimawestri.blogspot.com)
ditulis untuk mengikuti



Ide dalam cerita ini adalah milik pribadi penulis dan harap tidak dikait-kaitkan dengan selain yang disuratkan dalam cerita ini sesuai ketentuan lomba.
Adanya kesamaan dengan apapun di luar sana bukanlah kesengajaan.


Bagian Pertama: Selamat Datang!

Biasanya cerita-cerita yang menarik dimulai dengan untaian kalimat seperti “pada suatu masa…” atau “pada suatu…” yang lainnya. Namun yang satu ini akan menyambut dengan kalimat “Selamat datang” yang rendah hati dari penutur dan tokohnya yang sama rendah hatinya, yaitu (siapa lagi kalau bukan) aku, Superspeedy, pahlawan TelkomCity yang paling wahid, karena memang tidak ada pahlawan lainnya di urutan nomor dua dan karena satu yang sudah terbukti andal dan lokal akan lebih baik.

Tidak, aku mengatakannya dengan sangat rendah hati saja sebelum ceritanya benar-benar dimulai. Ini tetaplah akan menjadi sebuah kisah berkesan yang tak terencana... namun tetap heroik, semoga! Aku sangat sadar bahwa status pahlawan juga mau tak mau menuntut kesan yang seperti itu, kau tahu.

Galaksi itu luas, kawan, dan alangkah merugi jika tidak saling melihat. Semua dimulai ketika aku dipercaya Pak Walikota untuk memandu kunjungan beberapa perwakilan dari planet terdekat yang ingin melihat TelkomCity. Itu menyesuaikan dengan salah satu tugasku untuk menjadi semacam “duta” bagi TelkomCity, memberikan pemahaman atas kekayaan potensi kota ini tidak hanya pada para tamu seperti ini namun juga tentu pada penduduk TelkomCity. Terdengar sibuk, ya? Hoho, menjadi seperti aku ini tidak hanya sekadar nampang dan jadi pusat perhatian lho, ketika beraksi.

Nah, bagaimana, sudah bisa dimulai ceritanya? Mari kalau begitu. Aku masih ingat betapa bersemangat dan mendetilnya penjelasan-penjelasanku terhadap tamu-tamu itu, tanpa mengetahui apa yang akan terjadi secara tak terduga nantinya…

Selamat datang di TelkomCity! Selamat datang di kotaku yang maju karena menjunjung nilai-nilai luhur di masa lalu dan sukses memadukannya dengan teknologi modern yang rasanya memungkinkan hampir apa saja. Mengapa demikian? Karena di kotaku yang terdiri dari lima distrik dengan spesialisasi pengembangan teknologi dan produk khasnya ini seakan tidak mengenal jarak berkat teknologi jaringan telekomunikasi kami yang sudah sangat maju.

Menceritakan sejarahnya lebih lanjut akan sangat panjang... dan mungkin agak membosankan!... namun yang bisa kuceritakan pada kalian di sini adalah bahwa kehebatan teknologi telekomunikasi kami ini dilatarbelakangi penemuan suatu fakta bahwa lokasi TelkomCity bertepatan dengan suatu medan energi di tingkat atmosfer yang memungkinkan lalu-lintas gelombang, jaringan, dan sinyal menjadi lebih cepat dari manapun di semesta ini. Ya, kotaku tercinta ini kaya akan sumber energi yang tak ada duanya, bisa dibilang begitu.

Nah, penemuan tentang medan energi yang ditempati TelkomCity ini jugalah yang membangkitkan kekuatan superhero-ku. Tahukah kalian kalau aku bisa dibilang adalah superhero yang memeroleh kekuatannya dari garis keturunan yang dipicu dengan kekuatan kuno-tapi-membawa-modernitas dari medan energi itu? Nah, sekarang kalian tahu! Benar kalau kalian menebak bahwa sebenarnya juga aku seorang penduduk di TelkomCity ini sebelum kekuatanku dibangkitkan oleh roh dari medan energi itu yang bernama lengkap Telkom Indonesia.

Selain sebagai “master” dari kekuatanku, Telkom Indonesia jugalah yang memungkinkan inovasi produk dan teknologi jaringan telekomunikasi yang dimiliki TelkomCity sampai sekarang. Jadi, bisa dibilang Telkom Indonesia itu seperti “nenek moyang teknologi” di kota ini. Kira-kira demikianlah sekilas tentang TelkomCity, dan juga sedikit tentang diriku. Detil lebih lanjut tentangku sebaiknya disimpan saja ya demi melindungi imej, oke?

Ah, dari wajah-wajah kalian sepertinya kalian kagum sekali ya dengan kotaku ini. Memang kotaku ini sangat mengagumkan tidak hanya dari fakta menganai perkembangan teknologinya, tapi juga dari bagaimana kotaku ini terlihat secara fisik. Perhatikan bagaimana arsitektur modern dan klasik berpadu serasi, dan bagaimana infrastruktur kota yang maju juga bersisian dengan penghijauan yang tertata! Suatu kebanggan tersendiri bagiku untuk bisa mengemban amanah sebagai pahlwan kota ini, omong-omong.

Nah, pasti sudah tidak sabar ya untuk berkeliling lebih jauh di TelkomCity dan melihat sendiri kehebatan teknologi citarasa lokal kami di tiap distrik. Iya, lima distrik di TelkomCity ini sama-sama maju dan berkembang di lapangan spesialisasi masing-masing, dan secara bersama-sama, produk dan teknologi yang tiap distrik kembangkan itulah yang juga menopang kelangsungan kehidupan di TelkomCity ini.

Sebelumnya, aku akan menjelaskan dulu bahwa meskipun terdapat lima distrik di TelkomCity, sebenarnya kategorinya hanya ada tiga. Jadi dari ketiga kategori itu, ada dua kategori yang terbagi lagi menjadi dua. Kategorinya mencakup Kategori Jaringan Seluler dengan anggotanya adalah Distrik GSM dan Distrik CDMA, Kategori Edutainment dengan anggotanya adalah Distrik Edukasi dan Distrik Hiburan, dan Kategori Jaringan Koneksi dengan anggotanya adalah Distrik WiFi.

Jangan khawatir kalau kalian nanti akan kelelahan karena berkeliling kota! Beruntung sekali kalian bersamaku karena kecepatanku bisa disamakan dengan kecepatan akses internet yang bisa mencapai 10 MB/s. Ini karena perpaduan antara diriku dengan Telkom Speedy-- jaringan telefoni berteknologi ADSL tercepat yang merupakan salah satu produk jaringan yang dikembangkan di seluruh kota dan bahkan sebenarnya bisa menjangkau seluruh galaksi (mohon rahasiakan dulu yang satu ini!). Perlu kalian tahu bahwa salah satu kekuatanku adalah Kekuatan Digitalisasi yang memungkinkan aku mengubah materi diri dan objek lain yang kukehendaki untuk secara fleksibel menjadi bagian dari jaringan sehingga bisa termanifestasi lewat karakteristik fisik, dan aku juga akan membantu kalian mendigitalisasi kecepatan kalian agar bisa berkeliling dengan super speed bersamaku. Asyik, bukan?

Singkat cerita, hari itu kupikir segalanya akan berjalan lancar dan tentram seperti biasanya di TelkomCity yang selalu “dekat” antara distrik sampai penduduknya, aku sudah akan memimpin tur keliling TelkomCity yang pastinya takkan terlupakan ketika mendadak pesawat-pesawat berbentuk seperti piring itu muncul tanpa peringatan apa-apa di langit TelkomCity.

Aku sadar bahwa ada yang tidak beres dari cara kedatangan pesawat itu, dan bentuk pesawat-pesawat itu menyalakan kesadaranku akan bahaya yang mengancam kota dengan begitu cepatnya karena aku tahu bahwa pesawat dengan bentuk seperti itu hanya dimiliki oleh Planet Gagarin.

***

Dengan terburu-buru aku langsung menyetir situasi tur bahwa dengan menyesal tur keliling kota harus ditunda karena ada situasi darurat. Ekspresi bingung dan terkejut para tamu-tamu itu membuatku merasa amat bersalah, namun aku harus cepat bertindak!

Planet Gagarin memang tidak akan pernah menjadi teman kami, sudah merupakan suatu permusuhan kuno antara TelkomCity dengan Planet Gagarin yang miskin sumber energi, bahwa alien-alien penghuni planet itu telah lama mengincar kekuatan medan energi TelkomCity. Huh, alien-alien parasit pucat yang menjijikkan dan berbahaya karena sentuhan mereka memakan energi dan mereka juga menembakkan gelombang yang bersifat sama.

Tidak kusangka bahwa ternyata di hariku memandu kunjungan tamu-tamu kami, ternyata Planet Gagarin juga menjadi tamu kota kami dengan caranya sendiri. Selamat datang juga untuk mereka kalau begitu, tapi mereka akan segera dipulangkan dengan sangat sopan oleh pahlawan kota yang akan menyambutnya!


Bagian Kedua: Selamat Berjuang!

Diskusi (darurat dan mendadak)ku dengan Bapak Walikota TelkomCity singkat saja setelah aku mengamankan tamu-tamu resmi kota di keamanan Gedung Balai Kota. Beberapa hal penting yang dibahas adalah penyusunan strategi perlawanan yang akan dilakukan terhadap kedatangan alien Planet Gagarin, yang rupanya masih menahan serangannya karena mereka barangkali tak ingin menjadi ceroboh.

Terdapat lima pesawat yang datang, dan itu sudah cukup memberitahu bahwa mereka bermaksud menyerang masing-masing distrik secara khusus dengan masing-masing pesawat itu. Tidak mengejutkan dan sudah bisa ditebak bahwa sasaran mereka pastilah adalah sumber energi jaringan telekomunikasi yang dimiliki masing-masing distrik sebagai pengembangan dari kekuatan jaringan yang berakar dari roh Telkom Indonesia. Aku harus melumpuhkan tiap pesawat yang menyerang tiap distrik dengan "senjata" yang tidak sama satu lain, karena karakteristik tiap pesawat penyerang ditargetkan pada keberagaman kekuatan tiap energi jaringan di setiap distrik.

“Produk masing-masing distrik akan membantumu, kau tahu itu, bukan?” tanya Pak Walikota yang kubalas dengan anggukan. Dari jendela kantor Pak Walikota, bisa kulihat pemandangan bagaimana penduduk kota bergegas berlindung dalam rumah masing-masing setelah tanda siaga satu disebarkan cepat. Masing-masing keluarga mematikan transmisi jaringan yang terpancar dari tempat tinggal dan lingkungan mereka agar tidak tertangkap oleh jangkauan gelombang parasit alien-alien Planet Gagarin. Hanya tersisa transmisi jaringan pusat yang memang terus aktif menopang di masing-masing distrik dan tentunya kan menjadi sasaran empuk para alien. Semuanya berseru yang intinya kurang-lebih,”Superspeedy, berjuanglah! Kami percaya padamu!”

Aku hanya bisa merasakan hatiku berdesir pada ketulusan hati para penduduk, dan itu langsung sekaligus mengembalikanku pada situasi”Saya harus bergegas, Pak. Bapak lebih baik juga berlindung dan terus waspada. Saya akan tetap memastikan kemanan setiap keluarga di kota dengan Speedy Home Monitoring yang telah termodifikasi melalui DigiNet Wrist-Watch saya.” kataku sembari menunjukkan piranti pembantuku yang berbentuk mirip jam tangan digital dengan kemampuan akses penerimaan dan tampilan koneksi jaringan apa saja yang kuperintahkan.

Nama kecil dari alat pintar serbabisa ini cukup dengan DigiNet saja supaya lebih sederhana, sedangkan Speedy Home Monitoring adalah produk lain dari TelkomCity yang akan memungkinkanku menggunakan jaringan Telkom Speedy untuk memantau keadaan tiap rumah di TelkomCity yang terekam dalam IP Camera juga seluruh kota tapi dengan kamera satelit setelah aku memodifikasi alur jaringannya.

Pak Walikota mengangguk serius sembari menghela nafas panjang,”Memang hanya kamu yang bisa memanipulasi bagaimana jaringan dan segalanya dalam produk kami bekerja menjadi lebih hebat dari kehebatan yang biasa kami rasakan, gunakanlah kekuatan itu sebaik-baiknya, Nak. Kuharap tingkat keterhubunganmu dengan semua kekuatan jaringan di kota ini akan selalu tinggi, karena kami semua mendukungmu.”

Pak Walikota menyinggung satu lagi kekuatanku yang hanya kumiliki sebagai garis keturunan yang sama “kuno”nya dengan medan energi di bawah TelkomCity, yang membuatku hanya bisa memberikan gerakan memberi hormat padanya,”Kekuatan saya tak lain hanya menyatakan betapa saya membutuhkan keterhubungan dengan semuanya yang ada di TelkomCity, Pak. Dari sejak saya memelajari kekuatan saya dengan bantuan dan ajaran roh Telkom Indonesia, tangan saya telah menyentuh setiap gelombang, setiap jaringan yang ada,” ujarku khidmat, “semoga semua itu akan membantu saya pada akhirnya.”


Bagian Ketiga: Perlawanan Yang Gesit

Ketika alien Planet Gagarin itu sudah mulai tak sabar dengan keadaan TelkomCity yang seakan melakukan “gencatan senjata” atas “serangan terbuka” mereka dengan mematikan energi jaringannya, aku sudah siap melawan mereka. Kugunakan jaringan luar-biasa cepat yang dimiliki Telkom Speedy untuk mengejar dengan cepat pesawat yang berada di atas Distrik GSM yang produk andalannya adalah jaringan seluler berakses broadband: Telkomsel.

Alien yang ada di balik kemudi pesawat piring itu menatapku rakus, lalu menembakkan gelombang parasit yang dengan cepat kuhindari dengan kecepatan Telkom Speedy yang telah bergabung dengan diriku melalui Kekuatan Digitalisasi,”Tentu saja tidak kena!” seruku puas. Namun aku tahu aku tak bisa berlama-lama bermain-main begini, jadi kugunakan kartu SIM Telkom Flexi yang merupakan produk andalan Distrik CDMA ke dalam DigiNet di tanganku, yang begitu membaca kartu SIM yang terpasang padanya (perlu diketahui bahwa untuk setiap produk jaringan, kartu SIM akan berfungsi sebagai semacam penghubung yang akan memberikan jalan bagi arus energi jaringan) langsung kuperintahkan memancarkan gelombang CDMA ke arah pesawat.

Aku berharap bahwa perbedaan sistem dari GSM dan CDMA akan memberikan dampak yang mengacaukan pada pesawat yang dirancang khusus untuk menyerap energi jaringan GSM itu, setidaknya bisa melumpuhkan pesawat berbahaya itu. Dengan demikian, akan lebih mudah untuk menjerat pesawat yang sudah lumpuh beserta alien yang sudah terlucuti di dalamnya dengan jerat maya yang kukreasikan dari modifikasiku akan jaringan yang melumpuhkan. Baru setelah kelima penyerang kota dilumpuhkan, aku bisa mencoba untuk mengusir mereka sekaligus.

Perkiraanku pun ternyata benar karena sesaat kemudian, pesawat itu langsung bergetar dan berkedip-kedip tak karuan mengalami kerusakan parah akibat pancaran energi teknologi CDMA Telkom Flexi yang kukendalikan agar hanya “melilit” pesawat itu. Kelumpuhan itulah yang kemudian terjadi pada pesawat penyerang GSM itu, membuat alien di dalamnya tak berdaya dan aku pun bergegas menuju Distrik CDMA yang ada di dekat Distrik GSM untuk menghentikan pesawat kedua.

Penduduk di Distrik GSM lantas bersorak lega melihat berhasilnya perlawanan itu, dan sorakan-sorakan mereka itu ternyata masih bergaung hingga aku memasuki Distrik CDMA.

***

Distrik CDMA memang sekilas lebih bersahaja dibandingkan Distrik GSM dan tidak seluas Distrik GSM, namun sialnya di keadaan ini kalau saja aku terlambat sedikit lagi saja, pasti pesawat itu akhirnya akan bisa menembakkan gelombang parasitnya dalam sekali sapuan. Untungnya aku sudah tiba di saat yang pas sekali, dan kini ganti kugunakan kartu SIM Telkomsel untuk mengirimkan pancaran gelombang GSM ke arah pesawat penyerang CDMA itu. Sukses lagi! Pesawat kedua itu pun juga lumpuh seperti pesawat pertama.

Aku sadar bahwa kelumpuhan setiap pesawat tidak akan berlangsung selama itu, jadi aku harus cepat bergerak melumpuhkan pesawat-pesawat yang lain. Selanjutnya, kulakukan Digitalisasi Sebagian untuk memeriksa arus jaringan mana yang paling gawat, dan ternyata jaringan WiFi kurasakan mulai melemah! Tidak, sifat terbuka dari jaringan WiFi yang berpusat di Distrik WiFi pasti bagai penuh lubang yang mulai dimasuki gelombang pesawat Planet Gagarin yang sedang berputar cepat di atas Distrik WiFi ketika aku datang.

Berbeda dengan dua produk sebelumnya, produk di distrik kategori koneksi tidak secara langsung membutuhkan alat seperti kartu SIM layaknya produk di distrik kategori jaringan seluler. Di TelkomCity, setiap alat komunikasi yang ingin menggunakan produk koneksi hanya perlu mencari titik aktivasi dengan alat komunikasi masing-masing dan barulah energi jaringan akan langsung mengalir melaluinya.

Distrik WiFi dengan produk andalannya yaitu Indonesia WiFi (dengan penuh hormat meletakkan nama “nenek moyang” jaringan kami di produk pengembangannya, aku cukup salut), titik aktivasinya tersebar sangat banyak dan dalam situasi normal akan memungkinkan kebebasan memilih untuk punya titik aktivasi sendiri-sendiri sehingga bisa lebih cepat, namun kali ini stuasinya darurat. Aku harus membagi digitalisasiku antara dengan jaringan telefoni milik Telkom Speedy untuk menghindari tembakan gelombang parasit yang mengejarku, dan dengan jaringan WiFi dimana aku harus secepat mungkin menemukan titik yang masih belum tersentuh gelombang parasit saat memasuki jaringan itu dalam digitalisasiku.

Kedengarannya saja rumit, apalagi jika sudah benar-benar melakukannya. Kalau aku tidak berkonsentrasi penuh, aku bisa tumbang kelelahan karena pemforsiran digitalisasi dan modifikasinya yang terus berganti-ganti menyesuaikan lawan-lawanku. Meski demikian, percayalah, nama Superspeedy bukan diberikan padaku tanpa alasan.

Akhirnya kutemukan titik aktivasi yang masih selamat, dan aku menahan keberadaan digitalisasi diriku di dalamnya dan mencegat datangnya gelombang parasit untuk sampai ke sana… dan kusambut gelombang itu dengan balasan “tinju” koneksi data paket yang memiliki “sifat” berlawanan dengan WiFi karena jalur koneksinya berpusat pada satu titik aktivasi jaringan di pusatnya, dan di sinilah DigiNet-ku menunjukkan kepintarannya memancarkan gelombang data paket yang kubuat dengan mengubah sifat gelombang WiFi di titik aktivasi yang sedang “kutempati” ini. Ya, kembali pelumpuhan dengan jaringan “lawan” berhasil dilakukan!

Bisa kurasakan bahwa Kekuatan Digitalisasi menguras cukup banyak tenagaku terutama setelah strategi ini, mengubah sifat jaringan memang memakan tenaga. Namun masih ada dua pesawat yang masih belum kulumpuhkan dalam belenggu jaringan. Lagipula aku tidak boleh menyerah sekarang, setelah kuperintahkan DigiNet mengakses Speedy Home Monitoring yang kumodifikasi untuk mengecek keadaan di setiap rumah dan kota secara keseluruhan, tampak penduduk distrik yang pesawat penyerangnya sudah kulumpuhkan nampak amat lega dan mereka nampak sadar bahwa aku sedang mengawasi mereka dan tersenyum dan kembali menyemangatiku.

Aku serasa mendapat kekuatan baru dengan melihat kepercayaan mereka. Kembali kudigitalisasi diri dengan jaringan telefoni yang dimiliki Telkom Speedy untuk menggerakkan diriku dalam kecepatan super menuju dua distrik tersisa, Distrik Edukasi dan Distrik Hiburan.

***

Distrik Edukasi terkenal dengan pengembangan luar biasa yang mereka lakukan untuk memermudah pembelajaran. Dengan produk andalan mereka, Qbaca, seakan-akan gerbang pengetahuan bisa terbuka untuk siapa saja yang membutuhkannya karena produk ini mendigitalisasi banyak buku-buku pengetahuan, membuatnya dalam bentuk yang bisa terdistribusi dan diakses dengan mudah oleh yang membutuhkan pengetahuan. Bisa dibilang, distrik ini jugalah yang memegang peran besar dalam kemajuan ilmu pengetahuan di TelkomCity!

Sasaran para alien Gagarin pada kedua distrik yang tersisa adalah energi besar pada server di masing-masing distrik, dan begitu juga dengan yang dimiliki Distrik Edukasi. Merupakan suatu kemalangan besar jika energi server Distrik Edukasi yang memuat semua sumber pengetahuan TelkomCity diambil alih! Bagaimana generasi penerus TelkomCity akan bisa mengakses data-data pengetahuan yang ada di dalamnya jika demikan? Itu tak boleh terjadi.

Gunakan lawannya lagi! Dengan cepat aku pun menghadang pesawat piring yang mendekati server Qbaca milik Distrik Edukasi. Aku berusaha keras untuk tidak “tersedot” dalam besarnya kekuatan jaringan server yang ada di dalamnya sementara aku sendiri tentu juga masih mendigitalisasi secara parsial, antara dengan Telkom Speedy dan dengan jaringan di dalam DigiNet. Alat pembantuku ini juga menyimpan banyak sekali data, kau tahu, dan aku pun bergegas “meraih” satu tipe data yang akan kugunakan untuk menjadi kontra server-data yang hendak diambil oleh alien itu, akan kembali kukacaukan proses parasit alien Gagarin ini.

Produk kontra yang kugunakan kali ini adalah data yang kuambil dari produk milik Distrik Hiburan, yaitu Melon Indonesia yang berjasa memberikan akses pada musik-musik kesukaan, berupa sebuah data tipe .mp3, yang sama sekali berbeda dengan data tipe .epub yang ada di server Qbaca.

Tidak boleh lambat, segera kumodifikasi bentuk .mp3 yang sudah kuraih ini untuk dipancarkan agar mengacaukan penyedotan energi server yang dilakukan para alien Gagarin. Kembali lagi pesawat piring itu lumpu, dengan alien di dalamnya terlucuti dari senjatanya untuk mem-parasit-i energi, dan jerat maya data .mp3 menahan mereka pada di tempatnya.

Sejauh ini terus berhasil, meski secara tak kasat mata aku terengah-engah setelah melakukan semua perlawanan ini.


Bagian Keempat: Yang Terakhir?

Biasanya aku akan selalu senang untuk datang ke Distrik Hiburan, di sinilah tempatnya aku bisa memanjakan kebutuhan audio-visualku. Inilah rumah bagi produk hiburan terbaik, musik dan tayangan, Melon Indonesia dan Telkom Vision. Distrik inilah yang paling berwarna-warni dari distrik yang lainnya, dan semua yang ditawarkan distrik ini selalu memberikanku kesempatan untuk sejenak melepaskan diri dari beratnya tanggung jawabku sebagai pahlawan setiap kalinya.

Sangat disayangkan karena kali ini aku terlalu merasa terkuraskan saat sampai ke distrik ini, karena meski digitalisasi yang kulakukan tidak mengurangi kecepatanku dan keakuratan modifikasiku nantinya, aku kira jauh di dalam, meski enggan kuakui, fisik dan mentalku sudah kelelahan.

Tidak, tapi aku tidak akan membiarkan para alien parasit ini melihat dan memanfaatkan kondisiku ini. Kupaksakan diriku dan kumantapkan determinasiku untuk menyelesaikan tugasku seperti seharusnya ketika kecepatan Telkom Speedy menjelma menjadi kecepatan di tungkai dan lenganku, membuatku amat ringan dan cepat di dalam jaringannya, membuatku terbang.

Warna-warni dan sayup-sayup nada dalam Distrik Hiburan berlalu di sekitarku ketika aku melewati semuanya untuk menuju pesawat piring yang masih aktif dan tersisakan. Jujur saja, bukan hal mudah untuk tidak mengabaikan semua “keriaan” yang dimiliki distrik ini dan berfokus pada satu pesawat piring yang membosankan itu.

Ternyata alien Gagarin di dalam pesawat piring itu pun juga nampak terpengaruh pada “keriaan” Distrik Hiburan yang menyambut mereka, pesawat piring itu nampak berputar-putar di antara server Melon Indonesia dan pemancar Telkom Vision. Agaknya bingung memutuskan mana yang lebih “lezat”. Tidak heran itu terjadi, sih, dan bagusnya situasi itu tentunya adalah itu menguntungkanku.

“Sayang sekali kalian tidak bisa memilih yang manapun dari energi jaringan kami!” seruku saat aku mengarahkan pancaran data bertipe .epub yang sudah termodifikasi ke pesawat piring itu. Ha, rasakan saja kacaunya karena semua data hiburan itu diganggu dengan data asing informasi pengetahuan ini!

Akhirnya seperti yang sudah-sudah terjadi pada pesawat piring lainnya, pesawat piring terakhir ini pun lumpuh dan “terjerat”. Semuanya berjalan dengan lancar, berbanding lurus dengan betapa terkurasnya diriku sekarang.

***

Seperti yang sudah-sudah pula, para penduduk Distrik Hiburan langsung dengan meriah menyorakiku, betapa berterimakasihnya mereka karena aku sudah mencegah para alien itu memakan energi yang dimiliki server mereka yang berharga. Jika dalam situasi normal, tentu aku akan sangat senang melihat betapa meriahnya sorakan Distrik Hiburan bergabung dengan sorakan berterima kasih yang tulus dari distrik-distrik sebelumnya. Aku sangat menghargai perasaan lega dan bersyukur mereka karena segala yang sudah kulakukan untuk melindungi “sumber daya” berharga masing-masing di saat mereka tidak bisa berbuat banyak selain melindungi diri.

“Kau hebat, Superspeedy...! Luar biasa!”
“Benar-benar tepat sasaran!”
“Kau bisa melumpuhkan semua pesawat itu!”
“Kau sudah menyelamatkan seluruh kota!”
“Terima kasih, Superspeedy!”
“Banyak terima kasih...”

Dari tempatku berada sekarang, tinggi di atas menara kantor walikota setelah melaporkan “pekerjaanku”, aku sulit menemukan kata-kata. Melihat paduan dari “hasil kerjaku”—kelima pesawat piring yang terjerat dan hanya sanggup mengeluarkan pendar lemah--- serta penghargaan atas “hasil kerja” itu yang berupa (rasanya) semua penduduk dari distrik mana saja yang berkumpul, melompat-lompat dan bersorak-sorai, serta tepukan di belakang bahu yang kebapakan dari Pak Walikota... selama sejenak yang bagai siraman air sejuk, aku melupakan segala keletihanku.

“Kalian semua telah saling menyelamatkan distrik di kota ini, aku hanya membantu...” kataku tanpa bermaksud mengabaikan penghargaan mereka. Katakanlah, aku hanya mengatakan faktanya,”setiap pesawat yang datang menyerang dilumpuhkan dengan pengacauan memakai lawan dari sifat setiap produk distrik, seperti yang kalian tahu. Tataplah saudara-saudara kalian di distrik lain, hasil karya kebanggan kalian telah membuat kalian menjadi saling menyelamatkan pada akhrinya...”

Selanjutnya semuanya terasa bercampur baur, entah apa yang kudengar, apa yang kulihat... segalanya mulai mengabur...


Bagian Kelima: Dalam Genggaman

Tiba-tiba saja aku mendapati keterkejutan massal penduduk TelkomCity yang beralih mengeluarkan seruan panik dan khawatir ke arahku. Bingung pada mulanya, namun dengan cepat aku sadar bahwa ternyata aku jatuh terduduk kelelahan di depan mereka semua. Memalukan juga, padahal aku sudah bertekad tidak akan terlihat seperti ini setelah aku melakukan “pekerjaan”ku. Apa kata dunia?

Hanya saja rasanya menyebalkan sekali karena aku sadar betapa bandelnya tubuhku yang tidak tahu malu menunjukkan betapa sudah “terkurasnya” tenaga yang dimiliki. Selanjutnya aku menemukan diriku cukup kesulitan menegakkan tubuhku dan menjernihkan pandanganku, ditambah dengan ucapan,”Aku... tidak apa-apa!” yang terdengar tidak meyakinkan.

“Ini... belum selesai, mereka harus... diusir. Aku harus mengusir mereka.” kataku berusaha tidak mengindahkan reaksi badaniahku yang berkhianat. Katanya pahlawan... Sshh!

“Jangan, Superspeedy! Biarkan kami membantumu!”
“Kami tidak akan membiarkanmu melawan sendirian!”
“Kami akan ikut!”

Para penduduk nampak sangat bersungguh-sungguh mengatakan semua itu, dan aku kembali merasakan sensasi ringan ketika menerima semua seruan dan dukungan mereka yang tulus itu. Untuk berkonsentrasi, kukepalkan tanganku. Sudah lama menjadi kebiasaanku untuk melakukan digitalisasi untuk menemukan lebih banyak “kekuatan” karena sifat jaringan selalu kuat ketika bergabung denganku. Begitu pula di saat itu, saat aku mengepalkan tanganku, namun entah kenapa tiba-tiba ada yang terasa sedikit berbeda.

Entah itu adalah sebuah bimbingan tak kasat mata dari leluhur, atau apapun itu, mendadak saja aku merasa benar-benar “terbangun” dalam bagaimana aku merasakan digitalisasi yang terpusat di genggaman tanganku itu. Semua jaringan di kota, entah kenapa serasa bersatu untuk membangunkanku pada sebuah penyadaran.

“Kita... kita akan mengusir mereka bersama! Bukan Superspeedy yang akan mengusir mereka dan mengakhiri semua ini, namun... TelkomCity lah yang akan melakukannya.” kataku lantang, mantap. Seketika itu pula para penduduk memfokuskan diri padaku, sepenuhnya mendengarkanku, memercayaiku.

“Ini mungkin agak berbahaya, karena aku akan meminta kalian menghubungkan diri kalian dengan jaringan-jaringan produk yang kita miliki di sini untuk melakukannya. Distrik GSM, Distrik CDMA, Distrik WiFi, Distrik Edukasi, dan Distrik Hiburan... gabungkan sinyal alat komunikasi kalian dengan rumah dari setiap produk kebanggan kalian,” aku mulai berkata,”aku meminta kalian untuk keluar dari perlindungan kalian dan mulai melawan mereka bersama-sama.”

Aku tidak akan melebih-lebihkan kejadiannya dengan menggambarkan pada kalian bahwa semua penduduk kemudian lantas setuju atas apa yang kukatakan, aku melihat raut cemas mereka, aku tahu mereka takut mendengar gagasanku. Tentu saja aku tidak menyalahkan mereka untuk itu, namun di situasi yang harus segera dibereskan ini, berbekal dengan penyadaran yang terasa dalam tanganku yang masih tergenggam, aku memilih memercayai apapun “insting” ini.

“Percayalah... percayalah padaku, TelkomCity.”

Tidak bisa digambarkan bagaimana tersentuhnya aku ketika sontak saja semua langsung menjawab, “Ya, kami percaya padamu, Superspeedy!” tanpa keraguan sama sekali.

Alat komunikasi tiap penduduk diaktifkan, transmisi yang semula dimatikan kini dinyalakan, setiap perangkat komunikasi menghubungkan diri dengan jaringan atau server distrik masing-masing. Aku menarik nafas dalam, berusaha tidak goyah memikirkan betapa besarnya aktivasi energi jaringan kota yang dipertaruhkan dengan ini. Meski demikian, gelitik ganjil yang kurasakan dalam tanganku yang masih terkepal membuatku yakin bahwa semua ini benar. Bahwa apa yang kulakukan ini... pantas untuk dicoba.

Kembali kulakukan digitalisasi, menjadikan diriku menjadi satu dengan jaringan TelkomCity. Langsung saja kurasakan banyaknya “anggota” yang ada dalam setiap jaringan, setiap data yang mengalir di dalamnya, aku bisa merasakan penduduk TelkomCity, semuanya. Betapa besar kekuatan yang ada dalam jaringan TelkomCity karena itu.

Selanjutnya untuk menggambarkan apa yang kulakukan, lebih baik kugunakan kalimat-kalimat penggambaran untuk menjelaskannya padamu. Dalam digitalisasiku dengan jaringan TelkomCity, aku seperti membuat setiap penduduk yang ada dalam jaringan dalam TelkomCity (terwakili dalam keterhubungan perangkat komunikasi mereka) untuk “menyatukan tangan” mereka denganku.

Kugabungkan kekuatan yang mereka sumbangkan ketika mereka menghubungkan perangkat mereka ke jaringan atau server distrik masing-masing. Semua itu kulakukan dalam digitalisasi sedemikian rupa yang pada akhirnya kupusatkan pada telapak tanganku yang terkepal sedari tadi, dan aku bisa merasakan besarnya kekuatan yang mengalir di sana. Kekuatan di tanganku begitu besarnya, dan begitu terhubungnya dengan setiap jerat maya yang menahan setiap pesawat piring yang terlumpuhkan. Tidak lain karena kekuatan besar itu terbuat dari komponen jaringan yang menjadi jerat maya itu.

Dengan terpusatnya energi jaringan yang sangat besar itu melalui tanganku, kami seluruh TelkomCity pun akhirnya melempar keluar “tamu-tamu” itu jauh-jauh. Ancaman itu pun akhirnya hilang dari dunia kami, dunia kecil kami, TelkomCity.

Selamatkan dunia, dengan menjadikannya satu di tanganmu.

Thursday, December 13, 2012

Can a resume brings me to Korea?

Saya sedang mengikuti Lomba Menulis Resume Buku yang dalam proses penentuan pemenangnya memiliki presentase 50% dari Penilaian Juri, dan 50% dari Like/Voting pembaca (orang lain), untuk semua yang kebetulan membaca posting ini saya hanya berbagi dan berikhtiar semata. Jika ternyata lewat sini bisa menghasilkan hasil, semoga kebaikan siappaun itu mendapat balasan dariNya. Juga, betapa saya tak bisa lebih berterima kasih :')

Silakan baca resume saya lewat link berikut, dan kalau Anda berkenan mendaftar menjadi member English Bean untuk mengevote dan atau membantu memromosikan link resume saya baik lewat Twitter ataupun Facebook; ketahuilah bila saya akan sangat berterima kasih dan menghargainya. Semoga Tuhan Allah SWT. membalas kebaikan Anda :'
***

Di wishlist saya yang ada di blog ini, jika Anda membacanya, Anda akan tahu kalau keinginan saya nomor tiga yang kedua adalah: Go to Korea.

Oh, all that glitz of my imaginary prince(s), since my real one has not discovered, yet.

***

Namanya saja juga sebuah wish, sebuah dream yang saya labeli dengan kata beyond yang menyatakan kesadaran saya akan jalan panjang yang harus saya tempuh untuk mencapainya. Namun saya pastikan bahwa saya akan sedikit demi sedikit mengambil langkah, berharap suatu saat saya akan sampai di sana.

Lalu datanglah kesempatan bagi saya untuk mencoba memenuhi wish itu dengan menggunakan minat saya pada buku dan menulis lewat Lomba Menulis Resume Buku yang diadakan oleh QBaca dan English-Bean. Berkaca dari pengalaman betapa saya cukup menyesal tidak mengirimkan tulisan untuk lomba blog KPK lalu yang bertopik "Andai Aku Menjadi Ketua KPK" yang ternyata tidak melulu harus tentang politik seperti yang saya takutkan kalau melihat tulisan-tulisan pemenangnya :'

Jadi, apapun itu, jika saya tahu saya bisa mengusahakannya, saya tidak akan menyia-nyiakannya.

Lomba Resume Buku ini, meski demikian, menuntut syarat yang lumayan "menuntut", hehe. Peserta diharuskan hanya meresume buku yang judulnya tersedia di aplikasi buku digital QBaca, dan juga harus terdaftar dalam English Bean dengan biaya Rp13500. Ya, tak apalah saya relakan mengikuti persyaratan itu, dan saya relakan konsentrasi saya terhadap kuliah sebagai yang utama harus dipecah.

Apapun, daripada saya menyesal nggak mencoba untuk berusaha mewujudan keinginan ke Korea. ^^

Bahkan saat saya belum menulis resumenya, beberapa kendala harus dialami. Pembayaran hanya bisa dilakukan dengan moda yang cukup terbatas, antara ATM atau Internet Banking ke PT Telkom, dan saya harus kembali pada rutinitas (?) kegiatan mengontak Customer Service dari baik QBaca maupun English Bean karena permasalahan erornya pembayaran lewat ATM (yang ternyata memang masih diperbaiki), hingga tidak "tercatat"nya pembayaran lewat Internet Banking yang sudah saya lakukan setelah usaha yang saya lakukan untuk membuat Internet Banking (termasuk bolak-balik ke ATM dan mengantri cukup lama di CS cabang Mandiri untuk mendapat Token Internet Banking). Syukur alhamdulillah, pada akhirnya semua lancar dan saya sudah memenuhi semua syarat untuk akhirnya bisa mengirimkan resume saya.

Maka tolong ya, silakan baca resume saya lewat link berikut, dan kalau Anda berkenan mendaftar menjadi member English Bean untuk mengevote dan atau membantu memromosikan link resume saya lewat Twitter atau Facebook; ketahuilah bila saya akan sangat berterima kasih dan menghargainya. Semoga Tuhan Allah SWT. membalas kebaikan Anda :'

Ini hanya sebentuk usaha memang, mengingat dasar penilaian adalah bebrobot lima puluh persen masing-masing untuk penilaian juri dan voting (Like) :'

***

Saya sangat bersyukur akhirnya bisa mengirimkan resume saya meski agak mepet dari jadwal tenggat (14 Desember), meski ada sedikit hal yang memang di luar perencanaan atau pengharapan saya. Yaitu tentang buku apa yang akan saya resume.

Mulanya saya ingin meresume buku "Negeri Van Oranje", namun karena halangan-halangan untuk membayar seperti yang saya sebutkan tadi, saya jadi tak jua sempat membeli buku itu yang memang tidak tersedia gratis. Bisa dibilang untuk bisa meresume buku itu akan susah karena bukunya sendiri tebal, meski saya mengutamakan untuk sebisa mungkin tidak mengirimkan resume dari buku yang sudah banyak diresume.

Akhirnya saya pun menjatuhkan pilihan pada buku digital yang bisa diunduh gratis dan bisa cukup menarik perhatian saya, sebuah buku yang sepertinya mirip buku pelajaran tapi judulnya cukup mengundang yaitu "Aku Bangga Berbahasa Indonesia". Buku inipun sebenarnya bukan pilihan pertama, saya sebenarnya sudah sempat mengunduh buku "Boleh Dogn Salah" yang juga gratis ketika saya masih belum fix dengan Internet Banking, tapi ternyata sudah ada yang meresumenya, dan saya menganggap konten buku yang terunduh juga tak utuh sehingga saya urung. Masih belum selesai, karena alternatif saya selanjutnya setelah saya akhirnya fix dengan Internet Banking pun masih ada buku "UK Trip", tapi ternyata sebelum saya mulai membaca, bahkan sebelum mulai mengunduhnya setelah membayar (karena QBaca menyarankan agar lebih cepat mengunduh lewat WiFi dan saya hanya bisa mengandalkan WiFi dekanat kampus tidak setiap hari), buku "UK Trip" juga sudah ada yang meresume. Akhirnya kembalilah saya pada buku kedua yang saya unduh pertamakali, yakni "Aku Bangga Berbahasa Indonesia" :')

Sungguh tidak pernah saya sangka kalau di keadaan terpepet tanggal batas pengiriman dan padatnya kegiatan, juga halangan-halangan ketidaklancaran yang harus saya lalui untuk mengikuti lomba ini, akhirnya buku yang nyaris tak sempat saya "lirik kembali" setelah mengunduhnya pertama kali inilah yang menjadi bahan resume saya :') Meski demikian, saya sangat bersyukur, Allah SWT. masih mengijinkan saya mengirimkan sebuah resume untuk berusaha mewujudkan mimpi saya ke Korea, sedikit demi sedikit :')

Apapun hasilnya, yang jelas dengan ini saya sudah cukup tenang karena saya tahu saya sudah mencoba dan berusaha :'

Sekarang juga saya masih mengupayakan untuk mengikuti lomba blog Super Speedy , semoga Allah SWT. juga kembali berkenan memberikan kemudahan dan hasil yang terbaik bagi saya untuk pelan-pelan mendekati keinginan, mimpi-mimpi saya :')

Bermimpilah, maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu.  .



Tuesday, December 11, 2012

"...all those lights may have blind me."

Perhatian sebelumnya: Barangkali beberapa hal yang dinyatakan dalam posting ini akan bersifat menyinggung dan subjektif, namun mohon pengertiannya bahwa semua ini hanya pemikiran-pemikiran yang diutarakan dengan apa adanya oleh penulis, tanpa bermaksud menyerang atau mengambil keuntungan dari pihak manapun. Tulisan ini hanyalah bentuk pengekspresian pemikiran semata.

Bisa kesambet apa saya tertarik untuk mendaftar Paduan Suara Mahasiswa di kampus.

Yah tapi itu sudah terjadi dan sudah cukup lama berlalu, sudah selesai menjadi salah satu fragmen kejadian kecil yang membuat saya sedikit belajar.

Kembali lagi ke pernyataan yang mengawali postingan ini. Ya, mungkin saya sedikit silau akan prestasi dan “nama besar” paduan suara universitas saya yang sudah terkenal sampai luar negeri. Bahkan terakhir kali paduan suara universitas saya itu memenangkan medali dari China, dan kebetulan China saat ini saya kaitkan dengan boy group produksi Korea dan citarasa Mandarin yang sedang saya cukup gemari yaitu EXO-M.


...ganteng-ganteng, ya. 
*nobodyaskyou.com* tapi saya lagi gak maksud ngomongin mereka, sih. capek juga kagum melulu. this image are also not mine, I got it from somewhere in the internet. you mad?

Singkat cerita, silaunya kesempatan untuk keluar negeri dan kemungkinan bisa mengunjungi negeri pangeran-pangeran yang hanya dalam angan saya itu lah yang kira-kira menjadi alasan, dengan jujur saja saya katakan itu. Saya yang notabene nggak pernah masuk dalam dunia ke-paduan suara-an.

Anak muda sekarang menggambarkan keadaan semacam ini dengan satu kata: “Pfft.”

Iya, “Pfft...”

***

Meskipun demikian, nggak sedangkal itu juga sih alasan saya. Kalau ditanya apakah saya suka musik, suka nyanyi, dan suka bareng-bareng seperti yang dinyatakan dalam promosi rekrutmen terbuka paduan suara universitas itu, sih, memang saya suka. Sudah lama musik itu adalah salah satu hal yang membuat hidup saya terasa lebih ada artinya, dan saya juga menemukan kesenangan dari ikut menyanyikan lagu yang sesuai dengan selera dan isi hati, dan sebagai manusia tentunya saya juga bukan makhluk soliter yang suka apa-apa sendiri.

Berbekal alasan-alasan itulah, serta logika untuk tidak melepaskan kesempatan ini karena toh ada proses seleksi yang justru membuat kemungkinan untuk “udah-coba-saja” semakin besar. Saya pun mendaftar dan begitu juga dengan kakak saya yang sudah lama memendam keinginan untuk bisa bergabung dengan tim paduan suara universitas itu.

The light just seem too bright and maybe I was hoped to be shone underneath it.

***

Sampai ketika ada semacam acara One Day Training diadakan dan tentunya saya ikuti itu dengan kesadaran besar sebagai orang yang sama sekali awam dengan ke-paduan suara-an. Mengikuti acara itu ternyata membuat saya sadar betapa saya sama sekali nggak nyangka kalau urusan ke-paduan suara-an ini bener-bener bukan main-main. Meskipun saya juga maksudnya juga bukan main-main, tolong mengerti sajalah maksud saya, ya.

Paduan suara universitas saya ini berprestasi besar juga dengan kompensasi yang nggak ringan, latihan hampir setiap hari dan lebih-lebih kalau ada job dan kompetisi, pendanaan juga sifatnya terkesan mandiri, bahkan bisa sampai ngamen, ngawul (jualan baju bekas) dlsb. Saya jadi geleng-geleng kepala dan mulas dalam bayangan ketika membayangkan gimana jadinya dengan kuliah yang juga sama-sama padat, dengan segala dinamika sistem KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi) yang sedang saya jalani ini.

Belum lagi juga uraian yang disampaikan mengenai teknik bernyanyi, saya juga nggak sebegitu menyangka betapa ekspektasi tentang kematangan teknik juga sangat dituntut dari pak pelatihnya. Cukup “mengguncang” saja rasanya, bagi saya yang lebih memihak pada perasaan daripada kekakuan hal-hal praktikal ketika mendengar sendiri ucapan beliau kalau misalnya anggapan bahwa menyanyi dengan mengandalkan perasaan itu salah.

Bisa saja sih saya salah tangkap, cuma saya jadi berpikir apakah saat itu saya menemukan pandangan nggak sama yang cukup “fatal” untuk dilakukan.

Sepulangnya dari One Day Training itu, saya hanya lebih banyak membawa pulang rasa ragu.

***

Hari seleksi datang dan saya serta kakak datang cukup awal untuk bisa juga diseleksi lebih awal. Tesnya secara keseluruhan terdiri dari tes wawancara, tes nada, tes koreografi (sederhana), dan tentunya tes menyanyi disaksikan pak pelatihnya.

Keraguan itu semakin menggedor hati saya ketika saya diwawancara (halah). Terlebih ketika pertanyaan soal kemungkinan saya “mendua” dengan minat lain serta organisasi lain ditanyakan, soal mana yang lebih saya utamakan, bagaimana membagi prioritas, bagaimana dan bagaimana lainnya. Sampai-sampai ketika saya menyebutkan keinginan saya untuk juga mengikuti UPK (Unit Pelaksana Kegiatan) jurnalistik di kampus, ditanyakan lagi kalau begitu apa saya lebih ingin menulis atau menyanyi? Terus apakah saya benar-benar ingin masuk PSM?

Saya kira apapun dan bagaimanapun saya menjawab semua itu hanya terasa sebagai suatu hal yang mengambang saja sekarang.

Tes nada dan tes koreografi... well, I am not that musical nor I could danced that well. Begitulah.

Terus di sinilah di tes tahap terakhir waktu disuruh nyanyi di depan pak pelatih yang bisa dibilang benar-benar klimaks dari segala perasaan mengambang dan ragu itu (halah kedua). Suara saya yang entah kenapa dimasukin ke kelompok suara sopran (....) diminta untuk terus meninggi dan meninggi menyanyikan reff lagu “Sendiri Lagi” yang saya pilih. Oh mengapa oh mengapa. Bapak pelatih pun meninggalkan testimoni bahwa saya bukan apa-apa kalau belum bisa mencapai ketinggian nada tuts kibor yang makin lama makin bening itu karena sopran benerannya di sana seharusnya bisa mencapai nada yang kanan banget dari kibor menurut sudut pandang pak pelatih. Oh oke lah pak kalau begitu.

Terus ketauan kalau saya dari SMA yang paduan suaranya bagus, dan ternyata lulusan SMA saya juga ada yang juga gabung di paduan suara mahasiswa itu. Oh, gitu ya pak. Iya pak saya memang nggak ikut waktu SMA. Terus waktu giliran kakak saya juga... waktu kakak saya dipanggil saya udah harus keluar ruangan seleksi sih jadi entah deh gimana persisnya pak pelatih bilangnya.

Kakak saya cerita kalau dia lebih suka melupakan apa yang pak pelatihnya itu katakan sama dia. Oh gitu ya yang kesekian.

Iya dan sepulangnya dari seleksi pun saya hanya meragu. Gayanya ya, seakan-akan saya berpotensi besar banget untuk diterima.

***

Meskipun kemungkinan untuk diterima itu hampir kayak kemungkinan terjadinya mukjizat, tapi selama menunggu pengumuman saya juga nggak bisa memungkiri kalau rasa meragu itu masih menggantung terus di hati (halah yang ketiga). Saya jadi takut akan bagaimana jadinya kalau SEMISALNYA saya diterima, apakah saya nanti akan bisa tetep keep in pace sama kuliah, apa nanti saya bisa bener-bener membagi antara kegiatan di jurnalistik sama padatnya latihan di PSM, juga dengan keadaan mobilitas saya yang nggak bisa kemana-mana "sefleksibel itu" karena saya masih bergantung dalam urusan transportasi. Gimana kalau saya mesti latihan sampai malam, harus gimana dan gimana nanti. Gimana juga dengan “perbedaan pandangan” itu?

...dan semua itu pernah sampai dalam tahap dimana saya diam-diam berpikir kalau mungkin lebih baik kalau saya nggak diterima. Bahkan sampai kebawa mimpi dimana waktu dalam mimpi itu saya seolah pertamanya dibilang diterima, tapi ternyata itu cuma “pancingan” buat penentu diterima atau nggak tambahan yang berupa G-Dragon dan Taeyang BIGBANG (ini serius saya mimpikan) yang bilang lebih suka suara temen SD saya yang di mimpi seolah-olah menjadi kompetitor terakhir saya di seleksi padahal notabene dia pengen banget masuk, dan di mimpi itu saya ragu-ragunya sama.

Lalu akhir mimpi itu adalah ketika ternyata saya nggak diterima, lalu saya berlari keluar gedung seleksi yang serupa mansion (...), lari dengan rasa lega yang ganjil dilatarbelakangi intro instrumental lagu Lovers In Japan nya Coldplay, lalu saya bilang sama temen SD saya (yang udah siap-siap pulang sambil nangis sedih) kalau dia yang diterima. Di situ pun saya berpesan agar dia bilang ke G-Dragon dan Taeyang kalau saya itu penggemar mereka dan saya minta maaf kalau saya kayak dijadikan pancingan agar seleksi itu (yang ceritanya di mimpi itu seperti reality show)keliatan “panas”, dan bikin mereka “gelo” karena mereka “nggak suka” suara saya. Saya nitip agar temen SD saya itu bilang kalau saya akan tetep mendukung mereka. Oh VIP yang ngenes banget ya keliatannya.

Iya dan kenyataan waktu pengumuman yang sebenernya keluar pun hasilnya juga sama. Saya nggak diterima (sayangnya, begitu juga dengan kakak saya padahal saya berharap setidaknya kakak saya bisa diterima...), tapi saya entah kenapa lega. Saya bebas dari keraguan itu.

***

Mungkin memang ini yang terbaik, dan meskipun kakak saya lebih termotivasi untuk diterima daripada saya, saya juga berharap ini memang yang terbaik. Saya tahu kalau saya merasa belum bisa menerima pandangan pak pelatih yang mengesankan kalau PSM itu butuh yang tahu teknik, lebih dari apapun. Ternyata itu juga yang terimpresikan kepada kakak saya waktu dia diseleksi menyanyi, seperti yang kakak saya bilang, kalau begitu mengapa sekalian saja dicantumkan kalau PSM hanya mencari orang yang sudah pernah les vokal atau apa, mengacu pada ucapan pak pelatih yang bilang kalau kemampuan kami bersaudara (halah yang keempat) masih kurang dan kami harus latihan teknik.

Kakak saya bilang gimana bagi dia saat itu terkesan sekali dari apa yang dikatakan kalau kok berani-beraninya kami daftar PSM dengan teknik yang kurang kayak begitu. Oh gitu ya ternyata yang kedua, kalau nggak salah.

Mungkin memang benar, kalau menyanyi itu pasti butuh teknik. Lalu waktu kita sudah menguasai tekniknya, baru kita kasih “perasaan”. Mungkin maksud bapak pelatihnya gitu. Gak tahu lah ya. Saya harap kakak saya bisa segera overcome kekecewaan itu, seperti saya nggak kecewa segitunya.

Seperti di mimpi juga temen SD saya itu diterima, dan saya pikir that is what she deserve kok. Ya sudahlah, saya berkesimpulan kalau saya akan berusaha untuk menemukan cara lain agar bisa keluar negeri. Cara lain agar bisa ke Korea. Baiklah, saya akan menekuni menulis dan mengikuti macam-macam kompetisinya dan siapa tahu kesempatan itu akan datang.

Siapa tahu suatu saat rejeki akan malu karena tidak mendatangi saya yang akan mengusahakan kesempatan-kesempatan untuk menulis dengan kemungkinan untuk menghasilkan.

Mungkin semua ini menunjukkan bahwa saya ternyata bisa lebih menerima konsekuensi menekuni menulis daripada konsekuensi menekuni menyanyi di PSM, mungkin itu yang Allah SWT. coba tunjukkan pada saya. Siapa yang tahu.

Barangkali juga semua ini menunjukkan pada saya soal “mencintai suatu hal dengan seutuhnya”, bahwa kadang cahaya yang menyilaukan itu hanya terasa membutakan, dan nggak membuat kita melihat yang sebenarnya. Bahwa yang sebenarnya itu mungkin belum tentu apa yang teraik buat kita, betapapun menyilaukannya itu terlihat di luar. Bahwa “mencintai suatu hal dengan seutuhnya” itu berarti juga menerima apa yang ada di balik kegelapan bayang-bayang cahaya menyilaukan itu.

Just don’t let those lights left you blind.